Pengertian Qiyas
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Qiyas menurut bahasanya artinya adalah mengukur, kata tersebut berasal dari kata Qasa (قا س ). Adapun yang dimaksud dengan Qiyas adalah menyamakan suatu perkara dengan suatu perkara yang lain dalam hukum karena terdapat adanya sebab antara keduanya.
Dengan kata lain bisa juga dikatakan, bahwa Qiyas adalah suatu usaha dalam menentukan hukum atas suatu perkara dengan cara menyamakan perkara yang satu dengan perkara yang lainnya yang telah ada sebelumnya.
Rukun Qiyas
Rukun Qiyas ada empat macam, yaitu al-ashlu, al-far’u, al-hukmu dan as-sabab. Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak contoh penggunaan Qiyas. Sebagai contoh misalnya penggunaan gandum.
Seperti disebutkan dalam suatu hadits, gandum merupakan sebagai makanan pokok (al-ashlu)-nya, lalu al-far’u-nya adalah beras (karena tidak tercantum dalam al-Qur’an dan al-Hadits), al-hukmu atau hukum gandum itu wajib dizakati, as-sabab atau alasan hukumnya karena makanan pokok.
Jadi meskipun dalam ayat al-Qur’an itu tidak disebutkan bahwa beras wajib dizakati, akan tetapi karena beras merupakan makanan pokok seperti halnya gandum,maka beras juga wajib untuk dizakati sebagaimana gandum. Adapun untuk haul dan nishobnya telah dibahas pada artikel yang lain.
Dengan demikian, hasil gandum itu wajib dikeluarkan zakatnya, sesuai dengan hadits Nabi, dan begitupun dengan beras, wajib dikeluarkan zakatnya, meskipun dalam hadits tidak dicantumkan nama beras. Tetapi karena beras dan gandum itu sama-sama sebagai makanan pokok.
Dalil Tentang Qiyas
Di sinilah letaknya, qiyas menjadi salah satu sumber dalam penentuan hukum bagi syariat Islam. Dalam Al-Qur’an Allah SWT. berfirman :
فَاعْتَبِرُوْا يأُوْلِى اْلأَيْصَارِ
Artinya: “Ambilah ibarat (pelajaran dari kejadian itu) hai orang-orang yang mempunyai pandangan”. (Al-Hasyr : 2)
Hadis Nabi saw.
عَنْ مُعَاذٍ قَالَ : لَمَا بَعَثَهُ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم اِلىَ اْليَمَنِى قَالَ: كَيْفَ تَقْضِى اِذَا عَرَضَ قَضَاءٌ ؟ قَالَ اَقْضِى بِكَتَابِ اللهِ قَالَ فَاءِنْ لَمْ تَجِدْ فِى كِتَابِ اللهِ ؟ قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ, قَالَ فَاءِنْ لَمْ تَجِدْ فِى سُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ وَلاَ فىِ كِتَابِ اللهِ ؟ قَالَ اَجْتَهِدُ بِرَأْيِى وَلاَ الُوْ قَالَ فَضَرَبَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم صَدْرَهُ وَقَالَ اْلحَمْدُ للهِ الَّذِى وَفَّقَ رَسُوْلَ رَسُوْلِ اللهِ لِمَا يَرْضَاهُ رَسُوْلُ اللهِ. رواه أحمد وابو داود والترمذى.
“Dari sahabat Mu’adz berkata; tatkala Rasulullah SAW mengutus ke Yaman, Rasulullah bersabda bagaimana engkau menentukan apabila tampak kepadamu suatu ketentuan? Mu’adz menjawab; saya akan menentukan hukum dengan kitab Allah? Mu’adz menjawab; dengan Sunnah Rasulullah SAW. kemudian nabi bersabda; kalau tidak engkau jumpai dalam Sunnah Rasulullah dan dalam kitab Allah? Mu’adz menjawab; saya akan berijtihad dengan pendapat saya dan saya tidak kembali; Mu’adz berkata: maka Rasulullah memukul dadanya, kemudian Mu’adz berkata; Alhamdulillah yang telah memberikan taufiq kepada utusan Rasulullah SAW dengan apa yang Rasulullah meridlai-Nya.
Kemudian Imam Syafi’i juga memperkuat tentang qiyas dengan firman Allah S.W.T dalam Al-Qur’an :
ياأَيُّهَااَّلذِيْنَ ءَ امَنُوْا لاَتَقْتُلُوْاا لصَّيْدَوَاَنْتُمْ حُرُمٌ وَمَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِدًا فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَاعَدْلٍ مِنْكُمْ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram, barang siapa diantara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak yang seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu”. (Al-Maidah: 95).
Adapun bagi golongan Ahlussunnah wal Jama’ah lebih mendahulukan dalil Al-Qur’an dan hadis daripada akal dalam penentuan sumber-sumber hukum. Maka dari itu Ahlussunnah wal Jama’ah mempergunakan Ijma’ dan Qiyas apabila tidak mendapatkan dalil nash yang sharih (jelas) dari Al-Qur’an atau pun hadis.
Baca Juga: Artikel Tentang Ijma
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfaat dan juga menambah ilmu bagi kita semuanya. Wabillahi taufiq wal hidayah, ihdinash shiraathal mustaqim. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.