Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Islam menyebar di indonesia salah satunya merupakan adanya kerja keras dari para wali Allh yang tergabung dalam kelompok Walisongo. Berikut ini akan kami ulas secara singkat mengenai sejarah dari Sunan Drajat, simak pembahasannya dibawah ini.
Biografi Sunan Drajat
Sebagaimana terdapat dalam buku-buku yang mengisahkan tentang riwayat Walisongo, nama asli dari Sunan Drajat ialah Raden Qosim. Beliau lahir pada tahun !470 M yang merupakan putra kedua dari Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila atau Dewi Chandrawati.
Sunan Drajat memiliki empat saudara dimana salah satunya ialah Sunan Bonang. Silsilah dari jalur ayah Sunan Drajat merupakan cucu dari Syaikh Maulana Malik Ibrahim, ialah seseorang yang menjadi awal mula penyebaran agama Islam di Tanah Jawa yang dibawanya dari Negara asalnya yaitu Timur Tengah.
Adapun Syaikh Maulana Malik Ibrahim atau dikenal dengan Syaikh Asmorokondi merupakan putra ulama terkemuka berkebangsaan Persia yaitu Syaikh Jamaluddin Akbar atau dikenal juga dengan Syaikh Jumadil Kubro. Adapun Syaikh Jamaluddin Akbar sendiri merupakan keturunan kesepuluh dari Sayyidina Husein, cucu Rasulullah saw.
Ibunda Sunan Drajat adalah keturunan dari adipati Tuban yaitu Arya Teja IV yang masih memiliki keturunan nasab dengan Ronggolawe. Sunan Drajat juga memiliki gelar sunan Mayang Madu yang diberikan oleh Sultan Demak pertama yaitu raden Patah.
Sunan Drajat juga memiliki beberapa gelar lainnya seperti Sunan Muryapada, Maulana Hasyim dan Syaikh Masakeh.
Istri Sunan Drajat
Selain belajar kepada ayahnya sendiri Sunan Drajat juga belajar agama Islam kepada Sunan Gunung jati Cirebon meskipun sebenarnya Sunan Gunung Jati atau Raden Syarief Hidayatullah ialah murid dari Sunan Ampel yang ditugaskan untuk berdakwah di daerah Cirebon.
Ketika di Cirebon Sunan Drajat lebih dikenal dengan nama Raden Syarifudin, di Cirebon Sunan Drajat membantu Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan agama Islam. Hingga kemudian Sunan Drajat dinikahkan dengan putri Sunan Gunung Jati yaitu Dewi Sufiyah.
Bersama Dewi Sufiyah Sunan Drajat dikaruniai anak yang diberi nama Pangeran Trenggana, Pangeran Sandi dan Dewi Wuryan.
Selain menikah dengan Dewi Sufiyah Sunan Drajat juga menikah dengan Nyai Kemuning dan Nyai Retni Ayu Candrawati. Adapun Nyai Kemuning ialah putri dari Mbah Mayang Madu yang merupakan sesepuh di desa Jalak. Mbah Mayang Madu ialah seseorang yang telah Menolong Sunan Drajat ketika terdampar di Gresik dalam perjalanan dakwahnya.
Adapun Nyai Retno Candrawati ialah putri dari Raden Suryadilaga yaitu seorang adipati di kawasan Kediri.
Setelah beliau melakukan riyadhoh dan menguasai banyak ilmu agama, Sunan Drajat disuruh oleh ayahnya yaitu Sunan Ampel untuk berdakwah di wilayah pesisir Gresik atau sebelah barat wilayah Surabaya.
Dalam perjalanannya beliau mengalami musibah, perahu yang diguakan dihantam ombak besar sehingga tenggelam. Beliau lantas bertahan dengan menggunakan dayung perahu. Dalam keadaan demikian kemudian ditolong oleh ikan Cucut dan ikan Talang (Cakalang). Beliau terdampar di daerah Pesisir Lamongan dan di tolong oleh Mbah Mayang Madu.
Menetap Di Desa Jelak
Setelah selamat dari musibah badai dan ditolong oleh ikan kemudian Sunan Drajat menetap di Desa Jelak. Sebagaimana disebutkan diatas Sunan Drajat kemudian dinikahkan Dengan Nyai Kemuning, putri dari salah satu sesepuh Desa Jelak.
Beliau kemudian menatap di Desa Jelak dan mendirikan sebuah surau. Dari surau inilah kemudian beliau mengajarkan ajaran Islam hingga menjadi berkembang pesat pada kala itu.
Dengan demikian desa yang mulanya sepi dan terpencil kemudian berubah menjadi ramai dan berkembang. Desa tempat tinggal Sunan Drajat yang semula bernama Desa Jalak kemudian dirubah nama menjadi Desa Banjaranyar.
Babat Wilayah Baru
Setelah berada di Desa Jelak, Sunan Drajat kemudian memutuskan untuk mencari tempat lain untuk mengembangkan dakwahnya. Beliau bergeser kurang lebih satu kilometer ke arah selatan dan membuka lahan baru yang masih berupa hutan belantara.
Dalam menempati wilayah tersebut beliau bersama Sunan Bonang meminta izin kepada Sultan Demak I. Sultan Demak kemudian mengizinkannya yang pada waktu itu bertepatan dengan tahun 1486 M.
Pemilihan tempat tersebut beralasan karena tempatnya yang strategis yaitu berada di atas bukit sehingga lebih aman dari adanya banjir. Namun dalam prosesnya, Sunan Drajat menghadapi banyak rintangan karena banyak dari bangsa makhluk halus yang tidak terima tempatnya di babat oleh Sunan Drajat.
Dari beberapa kisah menceritakan bahwa selama proses pembabatan tersebut berlangsung banyak makhluk halus yang marah dan meneror warga sekitar juga menyebarkan wabah penyakit. Namun demikian semuanya dapat diatasi oleh Sunan Drajat.
Mendirikan pesantren di ndalem duwur
Setelah proses pembabatan selesai kemudian Sunan Drajat mendirikan pesantren bersama para pengikutnya dan mendirikan pemukiman dengan luas skitar 9 hektar. Melalui mimpinya Sunan Drajat mendapat petunjuk dari Sunan Giri agar menempati wilayah sebelah selatan perbukitan yang kemudian dinamai Ndalem Duwur (sekarang menjadi komplek makam).
Sunan Drajat juga membangun sebuah masjid di sebelah barat tempat tinggalnya. Masjid tersebut kemudian dijadikan sebagai tempat untuk berdakwah hingga akhir hayatnya. Selain berhasil membuka tempat dakwah baru beliau juga berhasil memegang kendali otonomi di wilayah perbukitan tersebut melalui kerajaan Demak selama 36 tahun.
Dari keberhasilan itulah kemudian masyarakat menyebut beliau dengan nama “Kudrajat” atau yang bermakna “terangkat derajatnya.” Berawal dari sebutan itulah kemudian muncul nama Sunan Drajat. Oleh Sultan Demak beliau diberi gelar Sunan Mayang Madu (1520 M) karen berhasil mensejahterakan kehidupan masyarakat.
[su_note note_color=”#faf7f2″ text_color=”#0c0b0b” radius=”8″]Baca Juga : Biografii Sunan Kalijaga[/su_note]
Ajaran Sunan Drajat
Beberapa ajaran Sunan Drajat yang terkenal hingga saat ini antara lain
- Memangun resep tyasing sasoma, maksudnya ialah agar selalu membangun hati orang lain menjadi senang
- Jroning suka kudu eling lan waspada, artinya yaitu dikala bahagia kita tetap harus selalu ingat kepada yang maha Kuasa (bersyukur) dan tetap waspada
- Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringga bayaning lampah, maksudnya ialah dalam perjalanan menggapai cita-cita atau tujuan yang luhur maka kita tidak boleh takut dan tidak boleh mudah putus asa akan rintangan dan tantangan yang ada
- Meper hardaning pancadriya yaitu mengandung makna anjuran untuk selalu menekan hawa nafsu yang bergejolak
- Heneng-hening-henung, yaitu dalam keadaan diam kita bisa mendapatkan keheningan, dalam keadaan hening itulah kita bisa menggapai cita-cita yang mulia.
- Mulya guna panca waktu, maksudnya ialah suatu kebahagiaan secara lahir dan batin dapat diperoleh dengan melaksanakan sholat lima waktu.
- Empat ajaran pokok bersosialisasi (catur piwulang) yaitu berisi ajaran;
- Wenehno teken marang wong kang wuto (berikanlah tongkat kepada orang yang buta)
- Wenehno mangan marang wong kang luwe (berikanlah makanan kepada orang yang lapar)
- Wenehno busnon marang wong kang wudo (berikanlah pakaian kepada orang yang telanjang)
- Wenehno ngiyup marang wong kang kudanan (berikanlah tempat berteduh kepada orang yang kehujanan)
[su_note note_color=”#faf7f2″ text_color=”#0c0b0b” radius=”8″]Baca Juga : Biografi Sunan Kudus[/su_note]
Makam Sunan Drajat
Makam Sunan drajat terletak di daerah Paciran Lamongan. Letak makam Sunan Drajat ialah daerah yang dahulu beliau bangun dan tempat beliau menyebarkan agama Islam. Selama 36 tahun beliau menghabiskan sisa waktunya di ndalem Duwur dan di tempat itulah beliau dimakamkan. Sunan Drajat wafat sekitar pada tahun 1522 M.
Masih di tempat pemakaman beliau juga terdapat museum yang menyimpan peninggalan-peninggalan beliau, seperti kumpulan tembang pangkur, gamelan, dan juga dayung perahu yang dahulu menyelamatkan beliau dari badai.