Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Semakin berkembang dan majunya zaman, manusia tidak memungkiri akan hadirnya hal-hal baru yang sebelumnya belum pernah ada. Seperti yang sering kita lakukan ialah belanja dengan sistem online, baik melalui aplikasi tertentu atau melalui media sosial.
Jual beli online bagi sebagian orang dirasakan memiliki manfaat yang begitu besar dan menguntungkan. Namun tidak jarang juga jual beli online justru menjadi tempat penipuan yang begitu subur.
Hukum Jual Beli Online
Hukum jual beli secara online ialah halal. Berarti sah dilakukan oleh umat muslim. Dasar hukum yang digunakan dalam pengambilan hukum jual beli ini ialah sebagaimana penulis kutib dari laman nu.online sebagai berikut:
Dasar hukum dihalalkannya jual beli online
Diambil dari kitab Syarh al-Yaqut an-Nafis karya Muhammad bin Ahmad al-Syatiri:
وَالْعِبْرَةُ فِي الْعُقُودِ لِمَعَانِيهَا لَا لِصُوَرِ الْأَلْفَاظِ وَعَنِ الْبَيْعِ وَ الشِّرَاءِ بِوَاسِطَةِ التِّلِيفُونِ وَالتَّلَكْسِ وَالْبَرْقِيَاتِ كُلُّ هذِهِ الْوَسَائِلِ وَأَمْثَالِهَا مُعْتَمَدَةُ الْيَوْمِ وَعَلَيْهَا الْعَمَلُ
“Yang diperhitungkan di dalam akad-akad ialah subtansinya, bukan bentuk lafalnya, dan jual beli melalui telepon, internet, telegram dan semisalnya telah menjadi alternatif utama dan dipraktikkan.”
Jual Beli Online Yang Diharamkan
Jual beli online itu sah untuk dilakukan dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Lalu bagaimana jika barang yang dijual belikan ternyata barang yang haram semisal khomer.
Nah jika barang yang dijual belikan ternyata barang yang dilarang agama seperti khomer misalnya, maka tetap dilarang. Sebab yang diperbolehkan dalam pembahasan ini ialah media jual belinya atau tata cara jual belinya bukan barang apa yang dijual belikan.
Syarat Jual Beli
Masih berkaitan dengan jual beli online dasar hukum yang kedua dalam hal ini ialah dari kitab Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj karya Syihabuddin Ar-Ramli:
(وَالْأَظْهَرُ أَنَّهُ لَا يَصِحُّ) فِي غَيْرِ نَحْوِ الْفُقَّاعِ كَمَا مَرَّ (بَيْعُ الْغَائِبِ) وَهُوَ مَا لَمْ يَرَهُ الْمُتَعَاقِدَانِ أَوْ أَحَدُهُمَا ثَمَنًا أَوْ مُثَمَّنًا وَلَوْ كَانَ حَاضِرًا فِي مَجْلِسِ الْبَيْعِ وَبَالِغًا فِي وَصْفِهِ أَوْ سَمْعِهِ بِطَرِيقِ التَّوَاتُرِ كَمَا يَأْتِي أَوْ رَآهُ فِي ضَوْءٍ إنْ سَتَرَ الضَّوْءُ لَوْنَهُ كَوَرَقٍ أَبْيَضَ فِيمَا يَظْهَرُ
“(Dan menurut qaul al-Azhhar, sungguh tidak sah) selain dalam masalah fuqa’-sari anggur yang dijual dalam kemasan rapat/tidak terlihat- (jual beli barang ghaib), yakni barang yang tidak terlihat oleh dua orang yang bertransaksi, atau salah satunya. Baik barang tersebut berstatus sebagai alat pembayar maupun sebagai barang yang dibayari. Meskipun barang tersebut ada dalam majlis akad dan telah disebutkan kriterianya secara detail atau sudah terkenal secara luas -mutawatir-, seperti keterangan yang akan datang. Atau terlihat di bawah cahaya, jika cahaya tersebut menutupi warna aslinya, seperti kertas putih.”
Jadi jual beli online dikatakan tidak sah apabila barang yang akan dijual tidak diperlihatkan kepada calon pembeli. Sebab salah satu sah nya jual beli yaitu pembeli dapat mengetahui barang apa yang sedang dijual dan mana yang akan dibeli oleh pembeli.
Maka termasuk syarat dalam jual beli ialah barang yang dijual belikan diperlihatkan fisiknya. Tujuannya agar tidak terjadi penipuan dalam jual beli tersebut. Sebagaimana dalam salah satu hadits Rasulullah saw. bersabda:
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“Rasulullah saw melarang jual beli yang didalamnya terdapat penipuan.” (HR.Muslim).
Jadi kesimpulannya ialah bahwa jual beli online itu diperbolehkan dengan catatan si penjual harus menyertakan gambar dan keterangan dari barang yang dijual tersebut dengan sejelas-jelasnya sehingga dapat dipahami oleh calon pembeli.
Hal ini dilakukan agar tidak ada penipuan sebab orang yang menjual tidak berada dalam satu tempat yang sama, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.