Hukum Haji – Nyamankubro

Hukum Haji

4 min read

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Salah satu rukun Islam adalah mengerjakan ibadah haji ke Baitullah. Mengerjakan ibadah haji tidaklah semudah mengerjakan puasa atau shalat yang bisa dikerjakan di tempat tinggal sendiri.

Mengerjakan ibadah haji harus berangkat ke tanah suci Makkah mukarramah. Oleh karena itu terdapat beberapa peraturan dalam pelaksanaannya.

Pengertian Haji

Kata haji mempunyai beberapa makna, secara arti kata, lafadz haji berasal dari bahasa arab “ حجّ ” berarti bersengaja. الحجّ  menurut bahasa artinya القَصْدُ (bertujuan atau berkeinginan).

Adapun الحجّ menurut syariat adalah bertujuan pada Baitul haram untuk melakukan suatu perbuatan (ibadah) khusus pada waktu yang khusus (yang ditentukan waktunya).

Menurut pengertian etimologi, haji artinya pergi ke Ka’bah untuk melaksanakan amalan-amalan tertentu. Atau, haji adalah berziarah ke tempat tertentu pada waktu tertentu guna melaksanakan amanat tertentu.

Secara terminologi haji berarti mengunjungi Ka’bah untuk beribadah kepada Allah SWT dengan rukun-rukun tertentu dan beberapa syarat tertentu serta beberapa kewajibannya dan mengerjakannya pada waktu tertentu.

Hukum Haji

Haji adalah rukun Islam yang kelima, dan merupakan ibadah dan ritual terakhir yang diwajibkan, dan Allah SWT telah tetapkan ketentuan dan petunjuknya. Karena pensyariatannya turun pada tahun kesembilan Hijriyah menurut pendapat terkuat.

Dalam salah satu riwayat disebutkan yang artinya;

“Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhuma berkata, Aku pernah mendengar Rasullullah SAW bersabda, “Islam dibangun di atas lima dasar, bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, dan mendirikan shalat, membayar zakat, mengerjakan haji ke Baitullah, dan berpuasa pada bulan ramadhan.”

Mayoritas Ulama berpendapat bahwa orang yang telah memenuhi syarat kewajiban haji yang akan dijelaskan dan menyadari kewajiban tersebut baginya, maka ia harus segera melaksanakannya dan berdosa apabila menundanya.

Hukum haji itu adalah wajib. Dasar wajibnya adalah beberapa firman Allah yang menuntut untuk melaksanakan ibadah haji tersebut. Haji merupakan rukun Islam yang diwajibkan melaksanakannya sekali seumur hidup. Hukumnya wajib kifayah bagi seluruh umat Islam setiap tahun.

Secara simpelnya hukum melaksanakan ibadah haji adalah wajib bagi yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan haji ke Baitullah.

Hukum Haji Bagi Anak Kecil

Imam Syafi’i berkata: Anak kecil yang belum baligh tidak wajib melaksanakan haji, begitu juga dengan anak perempuan, kecuali ia haid walaupun usianya masih kecil, atau ia belum haid tapi usianya sudah mencapai 15 tahun.

Apabila seorang anak sudah mencapai umur 15 tahun atau sudah haid bagi perempuan atau sudah ihtilam (mimpi basah) maka ia wajib melaksanakan ibadah haji.

Apabila dua anak kecil yang belum baligh melaksanakan ibadah haji, maka dianggap sah apabila keduanya berakal (tidak gila). Caranya adalah keduanya harus berihram sendiri (tidak diwakilkan), kemudian menjauhi segala sesuatu yang wajib dijauhi oleh orang yang sudah dewasa.

Jika keduanya mampu melakukan kewajiban dalam haji, maka keduanya harus melakukannya berdasarkan petunjuk dari orang lain.

Apabila keduanya tidak mampu melakukan suatu amalan dalam haji, maka bisa diwakilkan kepada orang lain walaupun berupa shalat (shalat dua rakaat di maqam Ibrahim setelah thawaf). Termasuk apabila keduanya tidak mampu melakukan thawaf.

Syarat wajib haji

Para ahli fiqh sepakat bahwa haji wajib dilakukan oleh seseorang mukallaf ketika lima syarat wajib haji terpenuhi, yaitu Islam, baligh, berakal, merdeka (bukan budak), dan mampu.

Syarat-syarat haji ada yang merupakan syarat kewajiban dan keabsahan atau pelaksanaan (islam dan berakal), ada pula yang merupakan syarat kewajiban dan ijza’ (kecukupan) tapi bukan syarat keabsahan (yaitu baligh dan merdeka), dan ada pula yang merupakan syarat kewajiban saja, yaitu kemampuan.

#1. Islam

Haji tidak wajib atas orang kafir, maka dari itu dia tidak dituntut mengerjakannya di dunia ketika dia masih kafir, dan juga tidak sah jika dia mengerjakannya sebab dia tidak punya kelayakan untuk menunaikan ibadah.

Jika orang kafir pernah menunaikan haji kemudian dia masuk Islam dia wajib menunaikan haji lagi, haji yang pernah dilakukannya pada saat dirinya masih kafir tidak terhitung sah.

Demikian pula haji tidak wajib atas orang kafir, menurut madzhab Hanafi dalam hal-hal yang berkaitan dengan hukum akhirat. Jadi, dia tidak diazab lantaran tidak berhaji sebab orang kafir tidak di khitab (dituntut) untuk mengerjakan amal-amal furu’ dalam syariat Islam.

#2. Taklif (baligh dan berakal)

Haji tidak wajib atas anak kecil dan orang gila sebab keduanya tidak dituntut mengerjakan hukum-hukum syariat. Karena itu, keduanya tidak harus menunaikan haji.

Haji atau umrah juga tidak sah dilakukan oleh orang gila,sebab dia tidak memiliki kelayakan untuk mengerjakan ibadah.

Seandainya mereka berdua telah menunaikan haji kemudian si anak kecil mencapai umur baligh dan si orang gila menjadi waras, mereka tetap wajib menunaikan haji Islam, dan haji yang kerjakan si anak kecil tadi sebelum baligh terhitung sebagai amal tathawwu’ (sunnah).

#3. Merdeka

Haji tidak wajib atas hamba sahaya, sebab haji adalah ibadah yang lama temponya, memerlukan perjalanan jauh, dan disyariatkan adanya kemampuan dalam hal bekal dan kendaraan, hal ini mengkibatkan terabaikannya hak-hak majikan yang berkaitan dengan si hamba. Karena itu, haji tidak wajib atasnya, sama seperti jihad.

Mampu (Fisik, Finansial Dan Keamanan Dalam Perjalanan Haji).

Menurut mazhab Hanafi kesanggupan meliputi tiga hal yaitu: fisik, finansial dan keamanan. Kesanggupan fisik artinya kesehatan badan. Jadi tidak wajib haji atas orang sakit, orang yang berpenyakit kronis, orang cacat.

Yang dimaksud kesanggupan ini adalah kesanggupan taklif, yaitu terpenuhinya faktor-faktor dan sarana-sarana untuk mencapai tanah suci, dan termasuk diantara faktor-faktor tersebut adalah badan tidak mengalami cacat/penyakit yang menghalangi pelaksanaan hal-hal yang diperlukan dalam perjalanan haji.

Kesanggupan finansial adalah memiliki bekal dan kendaraan. Yakni, mampu menanggung biaya pulang pergi serta punya kendaraan, yang merupakan kelebihan dari biaya tempat tinggal serta keperluan-keperluan lain.

Rukun Dan Wajib Haji

Rukun dan wajib adalah dua istilah yang digunakan oleh semua ulama fiqh hanya dalam ibadah haji. Keduanya sama-sama mesti dikerjakan. Namun ada perbedaan diantara keduanya, meskipun dalam banyak hal keduanya adalah sama.

Rukun dalam haji adalah sesuatu yang sama sekali tidak boleh tertinggal dalam arti bila salah satu rukun yang ditentukan tertinggal, hajinya batal dan oleh karenanya harus diulang kembali tahun berikutnya.

Wajib adalah perbuatan yang mesti dilakukan, namun bila satu diantaranya tertinggal tidak membawa kepada batalnya haji itu, hanya diwajibkan melakukan perbuatan lain sebagai penggantinya.

  1. Ihram dari miqat(tempat yang ditentukan untuk memulai haji). Maka barangsiapa melampaui miqattanpa ber-ihram, diwajibkan membayar dam (denda) seekor domba.
  2. Melempar Jumroh. Barangsiapa tidak melakukannya, diwajibkan membayar dam, seekor domba.
  3. Meneruskan wukuf di ‘Arafah sampai setelah matahari terbenam.
  4. Menginap (mabit) di Muzdalifah.
  5. Menginap (mabit) di Mina.
  6. Thawaf wada’ (thawaf perpisahan sebelum meninggalkan Makkah).

 

Tujuan Ibadah Haji

Pada umumnya melakukan amal ibadah adalah kewajiban tetap dan berketerusan sepanjang umur. Namun khusus untuk ibadah haji, kewajibannya hanya sekali untuk seumur hidup.

Tujuan diwajibkannya haji adalah memenuhi panggilan Allah untuk memperingati serangkaian kegiatan yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim sebagai penggagas syariat Islam. Keinginan Nabi Ibrahim itu ditanggapi Allah dengan menyuruh orang-orang untuk menziarahi tempat Nabi Ibrahim tersebut.

Hukmah Haji

Islam telah membuat beberapa aturan guna menguatkan rasa persatuan dan menanamkan semangat bekerja sama.

Diantaranya, dengan memerintahkan sholat berjama’ah setiap waktu, memerintahkan untuk shalat jum’at sekali seminggu. Dan disunnahkan pula untuk shalat hari raya 2 kali setahun. Semua itu untuk menguatkan rasa persatuan antara beberapa golongan yang berdekatan.

Pada umumnya rasa persatuan itu belum cukup jika tidak dihadiri oleh segala utusan, baik dari Barat dari Timur, dari Selatan dan dari Utara. Dengan tidak memandang bangsa dan warna. Mereka hendaklah berpakaian sama, berkumpul suatu saat dalam satu tempat.

Yaitu Padang Arafah dan Mina, dengan tidak membedakan kaya dan miskin, mulia, hina, raja ataupun hamba. Dalam pertemuan yang amat besar itulah mereka dapat mengenal satusama lain dan bertambah teguhlah rasa persatuan diantara mereka.

Demikian pembahasan yang dapat kami sampaikan berkaitan dengan pembahasan hukum haji. semoga bermanfaat dan semoga kita dapat menunaikan ibadah haji ke baitullah. Amiin ya rabbal ‘alamin. Wassalamualaikum warahmatullahi wabaraktuh.

Doa Khitan

Fathur Rozi
1 min read

Cerita Anak Islam

Fathur Rozi
2 min read

Pengertian Fail

Fathur Rozi
1 min read

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *